Cerita Sex STW Mama Winda Ibu Tiriku
Kimcilatos.blogspot.com - Cersex Cerita Sex 2015, Cerita Sex Terbaru 2015, Cerita Dewasa, Cerita
Mesum – Namaku Kemal, lahir di kota Tegal
25 tahun yang lalu. Aku menyelesiakan kuliah di fakultras kedokteran 3,5 tahun
yang lalu, dilanjutkan dengan praktek asisten dokter (koas) selama setahun dan
kemudian mengikuti ujian profesi dokter. Kini aku sudah resmi menyandang gelar
dokter di depan namaku dan sebagai tahap terakhir, aku kini sedang mengikuti
praktek di puskemas di daerah terpencil sebagai bentuk pengabdian sebelum
mendapatkan izin praktek umum.
cerita-sex-mama-winda-ibu-tirikuCerita Sex: Mama Winda Ibu Tiriku
Aku dibesarkan di kota kelahiranku sampai SMU dan kemudian menjutkan kuliah
di Jogja. Keluargaku sebenarnya bukan keluarga broken home, namun karena ayahku
yang berpoligami jadi aku agak jarang berinteraksi dengan ayahku, lebih banyak
dengan ibuku dan 2 orang adikku.
Seperti kebanyakan orang sukses di kotaku, Ayah adalah seorang pengusaha
warung makan yang lebih dikenal dengan sebutan Warteg. Sejak aku SMP, ayahku
sudah punya 2 warteg di kota asalku, 4 di Jakarta dan 2 gerai di Jogja.
Berbekal kesuksesan itulah Ayah yang dulu hanya beristrikan ibuku, mulai buka
cabang di Jakarta dan Jogja. Alasannya sederhana: butuh tempat singgah waktu
memantau jalannya usaha. Pada awalnya, aku sebagai anak sulung, menjadi anaknya
yang menentang poligami Ayah. Kimcilatos.blogspot.com - Cerita Sex 2015
Waktu itu aku masih duduk di bangku kelas 3 SMU dan Ayah pertama kalinya
berpoligami dengan menikahi seorang gadis yang usianya hanya terpaut 10 tahun
dariku. Namun justru ibuku yang mendamaikan perselisihanku dengan Ayah dengan
alasan klasik yaitu Ayah sudah berjanji untuk tetap membiayai hidup kami dan
sebagai jaminannya, 2 warteg di Tegal secara penuh menjadi milik Ibu.
Berbekal pendapatan dari usaha warteg itulah, aku bisa kuliah sampai
menjadi dokter saat ini, dan tentu saja ibuku sangat bangga karena aku sebagai
putra sulungnya berhasil mandiri dan menjadi contoh buat adik-adikku.
Lalu bagaimana dengan perselisihanku dengan Ayah? Wah, sejak Ibu sudah
memaklumi Ayah, aku pun sudah tidak pernah mengungkitnya lagi. Hubunganku
dengan Ayah, bahkan dengan dua isteri muda Ayah baik-baik saja. Bahkan Ayah
menyempatkan diri hadir dalam wisudaku dulu.
Isteri kedua ayah, yang berarti ibu tiriku, bernama Nurlela, tinggal di
sebuah perumahan di daerah Bintaro. Dari hasil pernikahan dengan Mama Lela
(begitu Ayah menyuruhku memanggilnya), Ayah dikaruniai 2 orang anak. Setelah 5
tahun menikah dengan Nurlela, Ayah kemudian “buka cabang” lagi di Jogja, kali
ini dengan seorang janda beranak satu, bernama Windarti, yang kupanggil dengan
Mama Winda, usianya bahkan hanya terpaut 6 tahun denganku.
Sebagai seorang lelaki, aku harus jujur untuk mengacungkan jempol buat Ayah
dalam memilih isteri muda. Kedua “gendukan”-nya, meskipun tidak terlalu cantik,
namun punya kemiripan dalam hal body, yaitu “toge pasar”. Rupanya selera ayah
mengikuti tren selera pria masa kini yang cenderung mencari “susu” yang montok
dan goyangan pantat yang bahenol.
Dari dua ibu tiriku itu, tentu saja aku lebih akrab dengan Mama Winda,
karena selama aku kuliah di Jogja, setiap akhir bulan aku menyempatkan bermalam
di rumahnya yang juga lebih sering ditinggali Ayah. Maklum Mama Winda adalah
isteri termuda, meskipun berstatus janda.
Bagiku sebenarnya sangat canggung memanggil Winda dengan sebutan Mama, jauh
lebih cocok kalau aku memanggilnya Mbak Winda, karena usianya memang hanya
lebih tua 6 tahun dariku. Wajahnya manis selayaknya orang Jogja, dan yang
membuatku betah bermalam di rumahnya adalah “toge pasar” yang menjadi
keunggulannya.
Suatu saat, ketika aku masih kuliah. Seperti biasa, pada akhir pekan di minggu
terakhir, aku membawa sepeda motorku dari kost menuju rumah Ayah dan Mama
Winda. Rupanya saat itu Ayah sedang “dinas” ke Jakarta, mengunjungi Mama
Nurlela, sehingga hanya ada Mama Winda dan anaknya dari suami pertamanya yang
berusia 5 tahun bernama Yoga. Seperti biasa pula, aku membawakan cokelat buat
adik tiriku itu.
Saat datang, aku disambut oleh Yoga, sementara ibunya ternyata sedang
mandi. Karena belum tahu kalau aku datang, Mama Winda keluar kamar mandi dengan
santainya hanya berbalut handuk yang hanya “aspel” – asal tempel. Melihat
kehadiranku di ruang tengah, sontak Mama Winda kaget dan salah tingkah.
“Eh… ada Mas Kemal..”, serunya sedikit menjerit dan melakukan gerakan yang
salah sehingga handuknya melorot hingga perut sehingga payudaranya yang sebesar
pepaya tumpah keluar.
“Glek..”, aku menelan ludah dan menatap nanar pada ibu tiriku yang bertoket
brutal itu. Sayang sekali pemandangan indah itu hanya berlangsung sebentar
karena Mama Winda segera berlari ke kamar.
Dadaku berdegup kencang, birahiku langsung naik ke ubun-ubun. Ingin rasanya
aku ikut berlari mengejar Mama Winda ke kamarnya, menubruknya dan meremas buah
dada pepayanya. Sayang aku belum berani melakukannya.
Aku hanya bisa “manyun” sambil bermain dengan adik tiriku sampai akhirnya
sang ibu tiri keluar kamar. Tidak tangung-tanggung, dia membungkus tubuh
montoknya yang baru saja kulihat toket brutalnya dengan pakaian muslim, lengkap
dengan jilbabnya. Mama Winda sehari-harinya memang mengenakan jilbab. Birahiku
langsung “watering down”… layu sebelum berkembang.
Sebagai pelampiasan, pada saat mandi aku menyempatkan diri untuk
masturbasi, kebetulan ada tumpukan pakaian dalam kotor milik Mama Winda di
dalam ember. Awalnya aku mengambil bra warna hitam dengan tulisan ukuran 36BB
yang mulai memudar. ‘Pantas besar seperti pepaya’ pikirku membayangkan dua buah
dada besar milik Mama Winda yang sempat kulihat beberapa waktu lalu.
Sambil membayangkan buah dada Mama Winda, aku mengambil celana dalam hitam
Mama Winda dan menciuminya. Aroma khas vagina masih tertinggal di sana,
mengantarkan masturbasiku dengan sabun mandi sampai akhirnya menyemprotkan
sperma di dinding kamar mandi.
Sesudah mandi aku menonton TV bersama Mama Winda dan adik tiriku. Kami
mengobrol akrab sampai sekitar jam 8 adik tiriku minta ditemani mamanya untuk
tidur. Sebelum menemani anaknya tidur, Mama Winda masuk kamarnya untuk bertukar
pakaian tidur baru kemudian masuk kamar anaknya.
Setelah anaknya tidur, Mama Winda keluar kamar dengan kostum tidurnya yang
sama sekali berbeda dengan kostumnya tadi sore. Pakaian muslimnya yang tertutup
berganti dengan gaun tidur warna putih yang meskipun tidak tipis tapi
memperlihatkan bayangan lekuk tubuh montoknya, termasuk warna bra dan celana
dalamnya yang berwarna ungu. Kontan birahiku langsung naik kembali.
“Wow… Mbak Winda cantik sekali”, pujiku tulus terhadap ibu tiriku yang
memang tampak cantik dengan gaun tidur putih itu. Rambut panjangnya tergerai
indah menghiasi wajah manisnya. “Huss… kalau Bapakmu tahu, bisa dimarahin kamu,
panggil Mbak segala”, serunya agak ketus namun tetap ramah. “Bapak lagi
ngelonin Mama Lela, mana mungkin dia marah”, pancingku.“Ih, apa sih hebatnya si
Lela itu? Aku belum pernah ketemu”, sergah Mama Winda. Nadanya mulai agak
tinggi.Cerita Sex 2015
“Hmm… menurut saya sih… dan Bapak pernah cerita bahwa dia suka buah dada
Mama Lela yang besar”, sadar pancinganku mengena, aku segera melanjutkannya.
Padahal tentu saja aku berbohong kalau bapak pernah cerita, tapi kalau ukuran
buah dada, mana kutahu dengan pasti. Yang kutahu buah dada Mama Lela memang
besar.
“Oh ya?… “, benar saja, emosi Mama Winda semakin meninggi. Dadanya ditarik
seakan ingin menunjukkan padaku bahwa buah dadanya juga besar.
“Bapak kalau di rumah Mama Lela suka lupa diri, pernah mereka ML di dapur,
padahal waktu itu ada saya”, cerita bohongku berlanjut,”mereka asyik doggy
style dan tidak sadar kalau saya melihat mereka”.
“Gila bener… pasti si Lela itu gatelan dan tidak tahu malu ya?”, sergah
Mama Winda dengan emosi.
“Apanya yang gatelan Mbak?”, tanyaku.
“Ya memeknya…. “, karena emosi, Mama Winda sudah tidak peduli omongan jorok
yang keluar dari mulutnya,”pasti sudah kendor tuh memeknya si Lela!”
“Kalau punya Mbak pasti masih rapet ya?”, tantangku.
“Pasti dong… saya kan baru punya anak satu”, kilahnya,”…dan saya kan sering
senam kegel, Bapakmu gak akan kuat nahan sampai 5 menit, pasti KO”.
“Ya lawannya udah tua…, pasti Mbak menang KO terus”, aku terus menyerang
sambil menghampiri Mama Winda sehingga kami duduk berdekatan.
“Maksudmu apa Kemal?”, Mama Winda mulai mengendus hasratku. Matanya
membalas tatapan birahiku pada dirinya.
“Sekali-kali Mbak harus uji coba dengan anak muda doong”, jawabku enteng
sambil tersenyum.
“Welehh… makin berani kamu ya?…”, tangannya menepis tanganku yang mulai
mencoba menjamah lengannya.
“Enggak berani ya Mbak?”, tantangku semakin berani,”melawan anak muda?”.
“Gendeng kamu… aku ini kan ibu tirimu”, katanya berdalih.
“Ibu tiri yang cantik dan seksi”, puji dan rayuku.
“Gombal kamu”, serunya dengan wajah agak merah pertanda rayuanku mengena.
“Mbak Winda…”, aku terus berusaha,”coba bayangkan Bapak sedang ML sama Mama
Lela sekarang dan sementara
Mbak Winda ‘nganggur’ di sini”.
“Terus?…”, pancingnya.
“Ya… saya bisa memberikan sentuhan dan kepuasan yang lebih buat Mbak
daripada yang diberikan Bapak…”, kataku persuatif.
“Kamu sudah gila Kemal”, ibu tiriku masih nyerocos, namun tangannya kini
tidak menolak ketika kupegang dan kuarahkan ke penisku yang sudah mengeras.
“Mungkin saya memang gila Mbak, tapi Bapak lebih gila, mungkin dia sekarang
sedang nyedot susunya Mama Lela yang besar… atau mungkin sedang jilat-jilat
memeknya”, aku terus membakar Mama Winda.
“Huh… Bapakmu enggak pernah jilat memek, ngarang kamu..”, sergahnya.
“Oh ya?… tapi dia pernah cerita kalau di hobby sekali menjilat memek Mama
Lela..”, aku terus berbohong sementara tanganku sudah aktif menarik rok Mama
Winda ke atas sehingga kini pahanya yang montok dan putih sudah terlihat dan
kubelai-belai.
“Kamu bohong…”, katanya pelan, suaranya sudah bercampur birahi.
“Ih… bener Mbak, Bapak suka cerita yang begitu pada saya sejak saya kuliah
di kedokteran”, ceritaku.
“Awalnya Bapak ingin tahu apakah klitoris Mama Lela itu normal atau tidak,
karena menurut Bapak, klitoris Mama Lela sebesar jari telunjuk”. Tanganku
semakin jauh menjamah, sampai di selangkangannya yang ditutup celana dalam
ungu. Mama Winda sedikitpun tidak memberi penolakan, bahkan matanya semakin
sayu.
“Stop Kemal, jangan ceritakan lagi si Lela sialan itu…,” pintanya,”Kalau
tentang aku, Bapakmu cerita apa?”
“Eh… maaf ya Mbak… kata Bapak, memek Mbak agak becek…”, kataku
bohong,”Pernah Bapak bertanya pada saya apakah perlu dibawa ke dokter”.
“Sialan Bapakmu itu… waktu itu kan cuma keputihan biasa”, sergah Mama
Winda. Bagian bahwa gaun tidur putihnya sudah tersingkap semua, memperlihatkan
pahanya yang montok dan putih serta gundukan selangkangannya yang tertutup kain
segitiga ungu. Sungguh pemandangan indah, terlebih beberapa helai pubis
(jembut) yang menyeruak di pinggiran celana dalamnya.
“Hmm… coba saya cek ya Mbak…”, kataku sembari menurunkan wajah ke
selangkangannya.
“Crup…”, kukecup mesra celana dalam ungu tepat di tengah gundukannya yang
sudah tampak sedikit basah.
Tersibak aroma khas vagina Mama Winda yang semakin membakar birahiku.
Dengan sedikit tergesa aku menyibak pinggiran celana dalam ungu itu
sehingga terlihatlah bibir surgawi Mama Winda yang sudah basah… dikelilingi
oleh pubis yang tumbuh agak liar.
“slrupp…. slrupp..”, tanpa menunggu lama aku sudah menjulurkan lidahku pada
klitoris Mama Winda dan menjilatnya penuh nafsu.
Mama Winda menggelinjang dan meremas kepalaku,”Kamu…kamu bandel banget
Kemal….okh… okh…”.
“Kenapa saya bandel Mbak… slruppp…”, tanyaku disela serangan oralku pada
vagina Mama Winda.
“Okh…kamu… kamu menjilat memek ibu tirimu…Okhhh….edannn… kamu apakan itilku
Kemal…??”, teriaknya ketika aku mengulum dan menyedot klitorisnya.Cerita Sex
2015
Kini 100% aku sudah menguasai Mama Winda. Wanita itu sudah pasrah padaku,
bahkan dia membantuku melucuti celana dalamnya sehingga aku semakin mudah
melakukan oral seks.
Sambil terus menjilat, aku memasukkan jari telunjukku ke liang vaginanya
yang sudah terbuka dan basah.
“Oooohh…. edannn…. enak Kemal…”, jeritnya sambil menggelinjang, menikmati
jariku yang mulai keluar masuk liang vaginanya.
Bahasa tubuh Mama Winda semakin menggila tatkala jari tengahku ikut
‘nimbrung’ masuk liang kenikmatannya bersama jari telunjuk. Maka tak sampai 5
menit, aku berhasil membuat ibu tiriku berteriak melepas orgasmenya.
“Okh….. edannn….aku puassss….okh…..”, tubuh Mama Winda melejat-lejat
seirama pijatan dinding vaginanya pada dua jariku yang berada di dalamnya.
Setelah selesai menggapai orgasmenya, bahasa tubuh Mama Winda memberi
sinyal padaku untuk dipeluk. Akupun memeluk dan mencium bibirnya dengan mesra.
Dia membalas ciumanku dengan penuh semangat.
“Enak kan Mbak?”, tanyaku basa-basi.
“He’eh…”, dia mengangguk dan terus menciumiku.
“Tapi saya belum selesai periksanya lho Mbak…,” kataku manja.
“He3x… kamu benar-benar calon dokter yang bandel Kemal…,” dia terkekeh
senang,”Kamu mau periksa apa lagi heh?”
“Periksa yang ini Mbak…”, kataku seraya meremas buah pepaya yang masih
terbungkus gaun tidur dan bra.
“Ohh… iya tuh… sering nyeri Dok…”, candanya,”minta diremas-remas… he3x…”.
Sejenak kemudian Mama Winda sudah melucuti gaun tidurnya dan
mempersilahkanku untuk membuka bra ungunya yang tampak tak sanggup menahan
besar buah dadanya.
“Hmmm… slrupp… “, dengan penuh nafsu aku segera menciumi buah dada besar
itu dan mengulum putingnya yang juga besar. Warna putingnya sudah gelap
menghiasi buah dadanya yang masih lumayan kencang. ‘Pantas Bapak ketagihan’
pikirku sambil terus menikmati buah dada impianku itu.
“Kemal….”, panggil Mama Winda mesra,”Mana kontolmu?… ayo kasih lihat ibu
tirimu ini, hi3x…”.
Aku segera menurut dan menanggalkan celana panjang dan sekaligus celana
dalamku, memperlihatkan batang penisku yang dari tadi sudah mengeras dan
mengacung ke atas.
“woww… lebih besar punya kamu Mal… daripada punya Bapakmu”, puji Mama Winda
seraya menggenggam penisku. Sejenak kemudian ibu tiriku sudah mengemut penisku
penuh nafsu.
“Weleh…. udah kedut-kedut kontolnya… minta memek ya?”candanya,” Sini… masuk
memek Mama…”
Mama Winda mengangkang, membuka pahanya lebar-lebar di sofa tengah, membuka
jalan penisku memasuki liang surgawinya yang sudah becek. Setelah penisku
melakukan penetrasi, kedua kakinya dirapatkan dan diangkat sehingga liang
vaginanya terasa sempit, membuat penisku semakin ‘betah’ keluar masuk.
Seperti promosinya di awal, Mama Winda mengerahkan kemampuannya melakukan
kontraksi dinding vagina (kegel) sehingga penisku terasa terjepit dan terhisap,
namun seperti sudah kuduga, aku bukan tipe yang mudah dikalahkan. Aku bahkan
balik menyerang dengan mengusap dan memijit klitorisnya sambil terus memompa
vaginanya.Cerita Sex 2015
“Okh… kamu sudah ahli ya Kemal?…. kamu sering ngentot ya…?”, Mama Winda
mulai mengelinjang-gelinjang lagi, menikmati permainan penis dan pijatan pada
klitorisnya. Semakin lama aku rasakan dinding-dinding vaginanya semakin
mengeras pertanda dia sudah dengan dekat orgasme keduanya. Aku semakin
mempercepat kocokan penisku pada vaginanya, berupaya meraih orgasme bersamaan.
“Mbak… saya semprot di dalam ya?..” tanyaku basa-basi.
“Semprot Kemal…okh… semprot aja yang banyak…okh….” Mama Winda terus
mendesah-desah, wajahnya semakin mesum. Akhirnya dia kembali berteriak.
“Okhhh….. ayo…. okh…. semprot Kemal… semprot memek Mama….”, jeritan jorok,
wajah mesumnya dan sedotan vaginanya membuatku juga tidak tahan lagi.
“Yesss…..yess….”, akupun menjerit kecil menikmati orgasmeku dengan semprotan
mani yang menurutku cukup banyak ke dalam rahim Mama Winda, ibu tiriku.
Orgasme yang spektakuler itu berlangsung hampir menit dan disudahi lagi
dengan pelukan dan ciuman mesra.
“Terima kasih Kemal…,” katanya mesra,”Enak banget, hi3x….”
“Sama-sama Mbak, nanti saya kasih obat anti hamil…”, jawabku sambil melihat
lelehan maniku di vaginanya.
“Hi3x… enggak apa lagi… tapi peju kamu memang banyak banget nihhh…hi3x…”
Mama Winda terkekeh girang melihat lelehan mani putihku di vaginanya.
“Kapan-kapan pakai kondom ya…. mahasiswa kedokteran kok enggak siap kondom,
hi3x….” candanya.
“Yaa… saya kan alim Mbak… he3x…”
“Ha3x…. bohong banget, kamu jago gitu… pasti udah sering ngentot ya?…”,
tanyanya penuh keingintahuan.
“Pernah sih sekali dua kali… waktu main di Jakarta…” kataku jujur sambil
mengingat PSK di panti pijat yang pernah kudatangi di Jakarta.Cerita Sex 2015
“Jakarta?… heeee…. jangan2x… kamu…. main sama Lela sialan itu, iya???”
sorot matanya berubah, agak emosi,”pantes kamu cerita buah dada Lela besar,
klitorisnya juga besar… jangan2x kamu sudah main sama Lela juga ya?….”
“Enggak Mbak…. bukan sama Mama Lela… sumpah!” seruku berkilah.
“Awas kamu kalau main sama Lela…” serunya dengan nada cemburu. Wajahnya
yang mesum tampak manja.
“Saya janji tidak akan main sama Mama Lela kalau Mbak rutin kasih jatah
saya…he3x….”, pintaku manja.
Mama Winda memeluk dan menciumku mesra,”Baik… kalau Bapak enggak ada, aku
SMS aku ya….”
“Siip… saya bawa kondom deh…he3x….” kataku girang.
Kami bermesraan sampai akhirnya “on” kembali dan melanjutkan satu ronde pertempuran sebelum pergi tidur. Itu adalah pengalaman pertamaku dengan ibu tiriku, dan tentu saja bukan yang terakhir. Setiap ada waktu, Mama Winda dengan semangat mengirim SMS dan aku segera datang memenuhi hasrat binal ibu tiriku. Bahkan saking ‘ngebetnya’, pernah Mama Winda mengajak aku bertemu di luar rumah karena ada Bapak di rumah. Bagaimana kisahnya? Nantikan edisi berikutnya. Petualanganku juga tak berhenti pada Mama Winda, karena aku masih punya satu ibu tiri di Jakarta, Mama Lela, yang juga tak kalah montok dengan Mama Winda.
http://kimcilatos.blogspot.co.id/2015/05/cerita-sex-mama-winda-ibu-tiriku.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar